PERNIKAHAN ADAT LAMPUNG SAI BATIN
( Tata Adat Sai Batin )
BAB I
- Latarbelakang Masalah
Masyarakat Lampung dalam
bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Bentuk masyarakat
hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang
lainnya, kelompok-kelompok tersebut menyebar diberbagai tempat di daerah lain
di Lampung. Perbedaan kelompok tersebut tercermin dalam upacara adat dalam
perkawinan tradisional.
pernikahan adat pada
masyarakat provinsi Lampung terbagi menjadi 2 kerena ada adat Pepadun dan
adat Saibathin. Di sini saya akan membahas tentang pernikahan adat Lampung
saibathin karena begitu indah dan sakralnya upacara pernikahan adat tersebut
dan saya sendiri berasal dari suku Lampung saibathin. Namun terkadang karena
runtutan acara yang begitu banyak dan membutuhkan banyak biaya beberapa suku
lampung ada yang meninggalkan adat tersebut. Untuk itu saya fokuskan karya
ilmiah ini pada adat saibathin dengan tanpa membedakan derajat masyarakat di
provinsi Lampung demi mengingat pentingnya kita untuk mengetahui dan
melestarikan kebudayaan warisan dari nenek moyang.
- Fokus Penelitian
Penelitian yang saya
lakukan ini saya fokuskan pada pernikahan adat lampung saibathin daerah Lampung
Barat pada kisaran abad 20.
- Metode penelitian
Penelitian yang saya lakukan ini menggunakan
metode dokumentasi dan observasi.
BAB II
- Landasan Teori
Berdasarkan pengetahuan
adat yang saya dapatkan dari berbagai referensi (pengalaman,buku dan internet)
ketentuan-ketentuan adat system perkawinan masyarakat Lampung Saibatin yang
menganut garis keturunan Bapak (Patrachaat) menganut 2 sistem pokok yaitu :
- Sistem Perkawinan Nyakak Atau
Matudau
- Sistem perkawinan Cambokh
Sumbay atau semanda
Macam-macam sitem perkawinan Cambokh Sumbay/Semanda :
a.
Cambokh Sumabay Mati
manuk Mati Tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh.
b.
Cambokh Sumbay Ikhing
Beli
c.
Sumbay Ngebabang
d.
Cambokh Sumbay Tunggang
Putawok atau Sai Iwa khua Penyesuk
e.
Cambokh Sumbay
Khaja-Kaja
BAB III
- Penjelasan Konsep
Sistem perkawinan dalam
masyarakat lampung saibathin Menurut ketentuan-ketentuan adat system perkawian
masyarakat Lampung Saibatin yang menganut garis keturunan Bapak (Patrachaat)
menganut 2 sistem pokok yaitu :
- Sistem Perkawian Nyakak Atau
Matudau
Sistem ini disebut juga
system perkawinan Jujur karena lelaki mengeluarkan uang untuk membayar
jujur/Jojokh (Bandi Lunik) kepada pihak keluarga gadis (calon istri).
Sistem nyakak atau mantudau dapat dialksanakan dua cara:
Sistem nyakak atau mantudau dapat dialksanakan dua cara:
- Cara Sabambangan
Cara ini si Gadis
dilarikan oleh bujang dari rumahnya dibawa rumah adat atau rumah si bujang.
Biasanya pertama kali sampai si gadis ditempat sibujang dinaikan kerumah kepala
adat atau jukhagan lalu di bawa pulang kerumahnya oleh keluarga si bujang. Ciri
bahwa si gadis nyakak/mentudau si gadis meletakkan surat yang isinya
memberitahu orang tuanya kepergiannya Nyakak atau mentudau dengan seorang
bujang (dituliskan Namanya), keluarganya, kepenyimbangannya serta untuk menjadi
istri keberapa, selain itu meninggalakan uang pengepik atau pengluah yang tidak
ditentukan besarnya, hanya kadang-kadang besarnya uang pengepik dijadikan
ukuran untuk menentukan ukuran uang jujur (bandi lunik). Surat dan uang
diletakkan ditempat tersembunyi oleh si gadis. Setelah gadis sampai di tempat
keluarga si bujang, kepala adat pihak si bujang memerintahkan orang-orang adat
yang sudah menjadi tugasnya untuk memberi kabar secara resmi kepada pihak
keluarga si gadis bahwa anak gadisnya yang hilang telah berada di keluarga
mereka dengan tujuan untuk dipersunting oleh salah satu bujang anggota
mereka.mereka yang memberitahu ini membawa tanda-tanda mengaku salah bersalah
ada yang menyerahkan Kris, Badik dan ada juga dengan tanda Mengajak pesahabatan
(Ngangasan, Rokok, Gula, Kelapa,dsb) acara ini disebut Ngebeni Pandai atau
Ngebekhi tahu. Sesudah itu berarti terbuka luang untuk mengadakan perundingan
secara adat guna menyelesaikan kedua pasangan itu. Segala ketentuan adat
dilaksanakan sampai ditemukan titik kemufakatan, kewajiban, pihak bujang pula
membayar uang penggalang sila ke pihak adat si gadis.
“Sebambangan” sering
kali disalah artikan dengan nama “Kawin Lari”. Sehingga citra adat lampung ini
menjadi jelek dimata masyarakat diluar suku lampung yang tidak mengerti makna
sesungguhnya dari arti Sebambangan.
Sebambangan adalah adat
lampung yang mengatur pelarian gadis oleh bujang ke rumah kepala adat untuk
meminta persetujuan dari orang tua si gadis, melalui musyawarah adat antara
kepala adat dengan kedua orang tua bujang dan gadis, sehingga diambil
kesepakatan dan persetujuan antara kedua orang tua tersebut.
Sedangkan “Kawin Lari”
dapat diartikan sebagai pelarian gadis oleh bujang dan langsung terjadi
perkawinan tanpa musyawarah adat dan persetujuan orang tua si gadis, yang hal
ini bertentangan dengan Syariat Islam. Jelas jika hal ini terjadi, jangankan
agama, adat istiadat saja melarang hal tersebut.
Jika Sebambangan diatur
oleh hukum adat dan perangkat adat, tidak bertentangan dengan Syariat Islam,
dan bahkan memberikan keadilan kepada bujang gadis untuk memilih jodohnya
karena akibat paksaan orang tua, sehingga dimusyawarahkan sampai diambil
keputusan dan persetujuan kedua orang tua bujang gadis. Sedangkan “Kawin Lari”
tidak diatur oleh hukum dan perangkat adat, serta tanpa persetujuan kedua orang
tua baik bujang atau gadis sehingga bertentangan dengan Syariat Islam.
Peraturan
Ngebambang
Hal-hal yang diatur
dalam Ngebambang adalah sebagai berikut :
- Gadis dilarikan oleh bujang
(meskipun dalam satu kampung atau dekat rumahnya) ke rumah Kepala Adat si
bujang. Dalam melarikan itu si bujang biasanya dibantu oleh beberapa orang
dari keluarga si bujang dengan secara rahasia, sedang perempuan jika
jaraknya jauh (keluar kampung) biasanya membawa kawan gadis yang dinamakan
“Penakau”.
- Ketika gadis itu akan pergi,
harus meninggalkan uang yang diberi oleh si bujang tersebut sebanyak yang
diminta oleh si gadis yang dinamakan ”Pangluahan” (pengeluaran), dan
meninggalkan surat sebagai isyarat bahwa si gadis telah pergi “Nyakak”
(dilarikan oleh si bujang).
- Sesampainya gadis di rumah
Kepala Adat kelompok bujang, pihak keluarga bujang melakuakn
pemberitahuan, sambil membawa uang sebesar beberapa rupiah kepada Kepala
Adat pihak perempuan yang dinamakan “Uang Penekhangan”.
- Jika gadis sudah berada di
rumah Kepala Adat kelompok bujang, maka gadis tesebut diberi perlindungan
dan tidak boleh diganggu gugat oleh keluarga si gadis atau untuk diambil
kembali. Jika terjadi pengambilan kembali sebenarnya telah melanggar adat.
Lama gadis itu berdiam di rumah Kepala Adat si bujang, biasanya menurut
hitungan hari ganjil, yaitu 1, 3, 5, atau 7 hari (malam).
- Biasanya keluarga si gadis
menurut adat akan mencari anak gadisnya (meskipun sudah tahu) ke tempat di
mana bunyi surat anaknya menunjukkan ia dilarikan bujang, ini dinamakan
”Nyussui Luut” (mencari jejak). Hal itu dilakukan dalam jangka paling lama
7 malam (jika tempat si gadis dan si bujang berjauhan).
- Jika dalam tempo 7 malam
keluarga si gadis tidak mencari anaknya (nyussul luut), maka keluarga
bujanglah yang datang ke rumah si gadis menerangkan kesalahan-kesalahan
karena melarikan anaknya. Biasanya keluarga si gadis akan menuntut denda
atas pelarian anaknya (sebenarnya permintaan denda tersebut sebagai
istilah atau basa basi saja, karena denda tersebut akhirnya akan kembali
juga kepada kedua mempelai, baik digunakan untuk hajatan manjau pedom
(pesta pernerimaan tamu dari pihak si bujang lepas perkawinan) maupun
digunakan untuk pembeli alat-alat rumah tangga sebagai banatok (perabot
rumah tangga yang dibawa oleh pengantin wanita / Maju).
- Jika perundingan antara kedua
keluarga pihak bujang dan si gadis telah cukup maka ditentukanlah waktu
perkawainan (aqad pernikahan).
Adat Sebambangan
sepertinya dikenal juga di luar suku Lampung, seperti yang terdapat dalam adat
salah satu suku di kepulauan Nusatenggara (mungkin Lombok, Sumba atau Flores).
Hanya namanya saja yang mungkin berbeda, tetapi hukum dan hal-hal yang diatur
dalam adat “Ngebambang” hampir sama.
- Cara tekahang (sakicik Betik)
Cara ini dilakukan
terang-terangan. Keluarga bujang melamar langsung si gadis setelah mendapat
laporan dari pihak bujang bahwa dia dan si gadis saling setuju untuk mendirikan
rumah tangga pertemuan lamaran antara pihak bujang dan si gadis apabila telah
mendapat kecocokan menentukan tanggal pernikahan temp[at pernikahan uang jujur,
uang pengeni jama hulun tuha bandi balak (Mas Kawin), bagaimana caranya
penjemputan, kapan di jempu dan lain-lain. Yang berhungan dengan kelancaran
upacara pernikahan. Biasanya saat menjemput pihak keluarga lelaki menjemput dan
si gadis mengantar. Setelah samapi ditempat sibujang, pengantin putrid dinaikan
kerumah kepala adat/ jukhagan, baru di bawa pulang ketempat si bujang. Sesudah
itu dilangsungkan acara keramaian yang sudah dirancanakan. Dalam system kawin
tekhang ini uang pengepik, surat pemberian dan ngebekhitahu tidak ada, yang
penting diingat dalam system dalam nyakak atau mentudau kewajiban pihak
pengantin pria adalah :
- Mengeluarkan uang jujur (bandi
Lunik) yang diberitahukan kepada pihak pengantin wanita.
- Pengantin membayar kontan mas
kawin mahar (Bandi Balak). Kepada si gadis yang sesuai dengan kemufakatan
si gadis dengan sibujang.keluarga pihak pria membayar uang penggalang
sila”Kepada kelompok adat si gadis
- mengeluarkan Jajulang / Katil
yang berisi kue-kue (24 macam kue adat) kepada keluarga si gadis
jajulang/katil ini duhulu ada 3 buah yaitu : Katil penetuh Bukha Katil
Gukhu Ngaji Katil Kuakha Sekarang keadaan ekonomi yang susah katil cukup
satu.
- Ajang yaitu nasi dangan lauk
pauknya sebagai kawan katil.
Memberi gelar / Adok kepada kedua pengantin sesuai dengan strata pengantin pria, sedangkan dari pihak gadis memberi barang berupa pakaian, alat tidur, alat dapur, alat kosmetik, dan lain sebagainya. Barang ini disebut sesan atau benatok, Benatok ini dapat diserahkan pada saat manjau pedom sedangkan pada system sebambangan dibawa pada saat menjemput, pada system tekhang kadang-kadang dibawa belakangan.
- Sistem perkawinan Cambokh Sumbay
atau Semanda
Sistem perkawinan
Cambokh Sumbay disebut juga Perkawianan semanda, yang sebenarnya adalah bentuk
perkawinan yang calon suami tidak mengeluarkan jujur (Bandi lunik) kepada pihak
isteri, sang pria setelah melaksanakan akad nikah melepaskan hak dan tanggung
jawabnya terhadap keluarganya sendiri dia bertanggung jawab dan berkewajiban
mengurus dan melaksankan tugas-tugas di pihak isteri. Hal ini sesuai dengan apa
yang di kemukakan Prof. Hi. Hilman Hadi kusuma yaitu Perkawinan semanda adalah
bentuk perkawinan tanpa membayar jujur dari pihak pria kepada pihak wanita,
setelah perkawinan harus menetap dipihak kerabat istri atau bertanggung jawab
meneruskan keturunan wanita di pihak isteri” (Prof. Hi. Hilman Hadi
kusuma,1990:82)
Di masyarakat Lampung
saibatin kawin semanda (Cambokh Sumbay) ini ada beberapa macam sesuai dengan
perjanjian sewaktu akad nikah antara calon suami dan calon isteri atau pihak
keluarga pengantin wanita.
Dalam perkawinan
semanda/ Cambokh sumbay yang perlu diingat adalah pihak isteri harus
mengeluarkan pemberian kepada pihak keluarga pria berupa :
- Memberikan Katil atau Jajulang
kepada pihak pengantin pria
- Ajang dengan lauk-pauknya
sebagai kawan katil.
- Memberikan seperangkat pakaian
untuk pengantin pria.
- Memberi gelar/adok sesuai
dengan strata pengantin wanita.
Sedangkan Bandi lunik
atau jujur tidak ada sedangkan Bandi Balak atau maskawin dapat tidak kontan
(Hutang). Pelunasannya etelah sang suami mampu membayarnya. Termasuk uang
penggalang Silapun tidak ada.
Selain dari kedua system
perkawinan diatas ada satu system perkawinan yang banyak dilakukan oleh banyak
orang pada era sekarang. Akan tetapi bukan yang diakui oleh adat justru
menentang atau berlawanan dengan adat system ini adalah “Sistem Kawin Lari atau
kawin Mid Naib” Sistem perkawinan ini maksudnya adalah lari menghindari adat,
Lari dimaksud disini tidak sama denga Sebambangan, Karena sebambangan lari di
bawa ke badan hokum adat atau penyimbang, sedangkan kawin lari ini adalah si
gadis melarikan bujang ke badan hukum agama islam yaitu Naib (KUA) untuk
meminta di nikahkan, masalah adat tidak disinggung-singgung, penyelesaian kawin
seperti ini tidak ada yang bertanggung jawab secara adat, sebab kadang-kadang
keluarga tidak tahu menahu, penyelesaian secara adat biasanya setelah akad
nikah berlangsung apabila kedua belah pihak ada kecocokan masalah adatnya,
antara siapa yang berhak anatara keduanya perempuan Nyakak/mentudau atau sang
pria Cambokh Sumbay /Semanda.
Kawin lari seperti ini
sering dilakukan karena antara kedua belah pihak tidak ada kecocokan dikarnakan
beberapa hal diantaranya :
- Sang Bujang belum mampu untuk
berkeluarga sedangkan si Gadis mendesak harus di nikahkan secepatnya
karena ada hal yang memberatkan Si gadis.
- Kawin lari semacam ini
dilakukan karena keterbatasan Biaya, apabila perkawinan ini dilakukan
secara adat atau dapat pula di simpulkan untuk menghemat biaya.
Macam-macam sitem perkawinan Cambokh
Sumbay/Semanda :
- Cambokh Sumabay Mati manuk Mati
Tungu, Lepas Tegi Lepas Asakh. Cambokh Sumbay seperti ini merupaka cambokh
sumbay yang murni karene Sang Pria datang hanya membawa pakaian saja,
segala biaya pernikahan titanggung oleh si Gadis, anak keturunan dan harta
perolehan bersama milik isteri sang pria hanya membantu saja, apabila
terjadi perceraian maka semua anak, harta perolehan bersama milik sang
isteri, suami tidak dapat apa.
- Cambokh Sumbay Ikhing Beli,
cara semacam ini dilakukan karena Sang Bujang tidak mampu membayar jujur
(Bandi Lunik) yang diminta sang Gadis, pada hal Sang Bujang telah Melarika
Sang Gadis secara nyakak mentudau, selam Sang Bujang belum mampu membayar
jujur (Bandi Lunik) dinyatakan belum bebas dari Cambokh Sumabay yang
dilakukannya. Apabila Sang Bujang sudah membayar Jujur (Bandi Lunik)
barulah dilakukan acara adat dipihak Sang Bujang
- Cambokh Sumbay Ngebabang,
Bentuk ini dikakukan karena sebenarnya keluarga sigadis tidak akan
mengambil bujang. Atau tidak akan memasukkan orang lain kedalam keluarga
adat mereka, akan tetapi karena terpaksa sementara masih ada keberatan
–kebneratan untuk melepas Si Gadis Nyakak atau mentudau ketempat orang
lain, maka di adakan perundingan cambokh sumbay Ngebabang, cambokh Sumaby
ini bersyarat, umpanya batas waktu cambokh sumbay berakhir setelah yang
menjadi keberatan pihak si gadis berakhir, Contoh : Seorang Gadis Anak
tertua, ibunya sudah tiada bapaknya kawin lagi, sedangkan adik laki yang
akan mewarisi tahta masih kecil, maka gadis tersebut mengambil bujang
dengan cara Cambokh Sumabay Ngebabang, berakhirnya masa cambokh sumbay ini
setelah adaik laki-laki tadi berkeluarga.
- Cambokh Sumbay Tunggang Putawok
atau Sai Iwa khua Penyesuk, Cara semacam ini dikarenakan antara pihak
keluarga Sang Bujang dan Sang Wanita merasa keberatan untuk melepaskan
anak mereka masing-masing. Sedangkan perkawinan ini tidak dapat di
hindarkan, maka dilakukan permusyawaratan denga system Cambokh sumbay Say
Iwa khua penyesuk cambokh sumabi ini berarti “ Sang pria bertanggung jawab
pada keluarga isteri dengan tidak melepaskan tanggung jawab pada
keluarganya sendiri, demikian pula halnya dengan Sang Gadis, Kadang kala sang
wanita menetap di tempat sang suami
- Cambokh Sumbay Khaja-Kaja, ini
merupakan bentuk yang paling unik diantara cambokh sumabay lainnya karena
menurut adat Lampung Saibatin, Raja tidak boleh Cambokh Sumbay, ini
terjadi Cambokh Sumbay karena Seorang anak Tua yang harus mewarisi tahta
keluarganya Cambokh Sumbay kepada Seorang Gadis yang juga kuat kedudukan
dalam adatnya, dan Sang Gadis tidak akan di izinkan untuk pergi ketempat
orang lain.
- Analisa
Jika di analisa
berdasarkan penelitian yang telah saya lakukan di kabupaten Lampung Barat masih
banyak suku lampung saibathin sendiri yang tidak melakukan pernikahannya secara
adat lampung,hal itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah
keadaan ekonomi keluarga. Karena suku lampung saibathin di kabupaten lampung
barat ini keberadaanya masih mendominasi jadi adatpun tidak menyimpang walaupun
ada sebagian warga transmigran.
BAB IV
- Simpulan