berita terkini

Jenazah Wiji Astutik, tenaga kerja wanita (TKW) yang dibunuh di Hong Kong, sudah diterima keluarganya di RT 04 RW 01 Dusun Krajan, Desa Wonokerto, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, pada Rabu dinihari, 24 Juni 2015.

Jenazah Wiji ditaruh di dalam kotak bersegel timah panas yang diterbangkan dengan layanan kargo maskapai Cathay Pasific CX 781 dari Bandar Udara Internasional Chek Lap Kok, Hong Kong, pada Selasa kemarin, sekitar pukul 15.35 waktu setempat. Jenazah TKW berusia 37 tahun itu tiba di Bandar Udara Internasional Juanda sekitar pukul 19.00 WIB.

"Usai melalui prosesi kecil di Juanda, jenazah Wiji langsung dibawa ke Malang dengan menggunakan mobil ambulans," kata staf Kementerian Luar Negeri, Devi Melissa Silalahi, Kamis, 24 Juni 2015. Ambulans yang digunakan membawa Wiji merupakan milik Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (UPT P3TKI) Jawa Timur.

Jenazah diserahkan oleh staf Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hongkong, Agustaf Illias, kepada Supardi, 73 tahun, ayah kandung Wiji, dengan didampingi staf Kementerian Luar Negeri.

Menurut Devi, berdasarkan hasil penyelidikan kepolisian Hong Kong, diduga TKW berusia 37 tahun itu dibunuh oleh pacarnya, Wahaj Fayz, pria berkebangsaan Pakistan pada Minggu, 7 Juni. Wahaj ditangkap di sebuah kafe di kawasan Tuen Mun saat hendak menyeberang menggunakan feri ke Shenzen, Cina, Rabu, 10 Juni. Polisi ikut meringkus pria India berusia 22 tahun berinisial SK.

“Kami akan terus memantau penanganan kasus tersebut sampai kedua tersangka diadili di pengadilan Hong Kong. Pemantauannya dilakukan KJRI di Hong Kong,” kata Devi.

Berdasarkan hasil otopsi tim dokter dari Kwai Chung Moratory, ditemukan bekas luka tusukan benda tajam pada jasad Wiji. Jasad Wiji ditemukan dalam gulungan kasur di emperan toko di Changsha Street,Mong Kok, Distrik Yau Tsim Mong, pada 8 Juni lalu, pukul 10.44 waktu setempat.

Agustaf menambahkan, motif pembunuhan atas diri Wiji belum bisa dipastikan. Wiji pernah melapor ke kepolisian Hong Kong sebagai korban penganiayaan oleh pacarnya pada Februari 2015. Namun Wiji malah mencabut laporannya justru saat sang kekasih ditangkap polisi.

Wiji sendiri sebenarnya TKW yang menetap melebihi batas izin tinggal, sejak 2007. Dia mengalami masalah ketenagakerjaan dengan majikannya sehingga pada 2008 KJRI pernah membuatkan Surat Pengganti Laksana Paspor (SPL) untuk memulangkan Wiji ke Indonesia.

Namun Wiji diduga sengaja kabur dari KJRI dan kemudian mengajukan diri sebagai pengungsi ke Departemen Imigrasi Hong Kong. Wiji mendapat recognition paper dan memperoleh subsidi sebesar 1.200 dolar Hong Kong setiap bulan. Jadi, kata Agustaf, Wiji sebenarnya sudah menjadi warga negara Hong Kong.

“Ada ribuan buruh migran asal Indonesia yang mendapat recognition paper di Hong Kong dan sebenarnya mereka sudah jadi warga negara sana,” kata Agustaf, seraya tak bisa memaksa tenaga kerja Indonesia untuk pulang ke Tanah Air kecuali atas permintaan mereka sendiri. “Kami hanya memfasilitasinya.”

Devi dan Agustaf menyatakan banyak buruh migran Indonesia yang mengalami kekerasan di Hong Kong dan negara tujuan TKI lainnya. Kementerian Luar Negeri terus memantau dan ketat mengawasi penanganan kasus-kasus kekerasan tersebut agar warga negara Indonesia di sana terlindungi.

Sebelumnya di Hong Kong, dua TKW ditemukan di apartemen seorang bankir berkebangsaan Inggris pada November 2014. Dua TKW itu masing-masing bernama Sumarti Ningsih asal Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, dan Seneng Mujiasih asal Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.