filsafat idealisme menurut himpunan mahasiswa




A.    PENDAHULUAN
Perkembangan filsafat Yunani berlangsung begitu cepatnya, sehingga dalam usaha untuk menggambarkannya dengan mudah akan mengalami kesukaran mengenai kronologisnya. Perkembangan ini berlangsung berangsur-angsur, meskipun secara relatif berjalan cepat. Sampai saat ini filsafat Eropa dan Amerika juga didasarkan atas daya pikir orang-orang Yunani, tidaklah mungkin untuk memahami filsafat dewasa ini tanpa mengetahui sejarah dan asal-usulnya. Yang menjadi asal mulanya dalam arti sempit ialah pemikiran Plato dan Aristoteles, dalam arti lebih luas lagi ialah seluruh pikiran kuno sampai dengan surutnya peradaban kuno.
Meskipun terdapat banyak perbedaan pendapat diantara para pemikir yang satu dengan yang lain, namun filsafat merupakan suatu kesatuan. Filsafat ini merupakan upaya memahami. Para filsuf yang paling tua merupakan orang-orang pertama yang tidak lagi merasa puas dengan penjelasan berdasarkan mitos-mitos, melainkan menghendaki penjelasan yang masuk akal.
Disini kita akan menyampaikan sejarah singkat tokoh filsafat dan pemikirannya. Plato merupakan filosof utama yang pertama, dan dalam jangka waktu lama nyatanya memang cuma dia, yang mengusulkan persamaan kesempatan tanpa memandang kelamin. Untuk membuktikan persamaan pemberian kesempatannya. Mengenai kehidupan sosial, Plato mengemukakan semacam komunisme yang melarang adanya hak milik dan kehidupan berfamili. Menurutnya, adanya hak milik akan mengurangi dedikasi dan loyalitas seseorang pada kewajibannya sebagai anggota masyarakat. Namun, “komunisme” ala Plato ini hanya terbatas pada kelas penguasa dan pembantu penguasa saja, sedangkan kelas pekerja diperbolehkan memilik hak milik pribadi dan berfamili, karena merekalah yang menghidupi kelas lainya dan tugas mereka adalah untuk menyelenggarakan produksi perekonomian.
Pemikiran Plato sesungguhnya berdasar pada corak masyarakat saat itu, bukan memaksakan sebuah sistem kepada masyarakat Athena. Pada saat itu, kesenjangan antara si kaya dan si miskin sangat mencolok, pertentangan politik pun kian hebat. Sistem pemerintahan tidak pernah berjalan secara tetap, karena selalu terjadi perubahan dari aristokrasi, oligarki hingga demokrasi.




B. PEMBAHASAN
1. Biografi Plato
Plato dilahirkan di Atena pada tahun 427 S.M. dan meninggal disana pada tahun 347 S.M. dalam usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang turun-temurun memegang politik penting dalam politik Atena. Ia pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi orang negara. Tetapi perkembangan politik di masanya tidak memberi kesempatan padanya untuk mengikuti jalan hidup yang diingininya itu. Namanya bermula ialah Aristokles. Nama plato diberikan oleh gurunya. Ia memperoleh nama itu berhubung dengan bahunya yang lebar. Sepadan dengan badannya yang tinggi dan tegap raut mukanya, potongan tubuhnya serta parasnya yang elok bersesuaian benar dengan ciptaan klasik tentang manusia yang cantik. Bagus dan harmoni meliputi seluruh perawakannya. Dalam tubuh yang besar dan sehat itu bersarang pula pikiran yang dalam dan menembus. Pandangan matanya menunjuk seolah-olah ia mau mengisi dunia yang lahir ini dengan cita-citanya. Pelajaran yang diperoleh dimasa kecilnya, selain dari pelajaran umum ialah menggambar dan melukis disambung dengan belajar musik dan puisi. Sebelum dewasa ia sudah pandai membuat karangan yang bersajak. Sebagaimana biasanya dengan anak orang baik-baik di masa itu plato mendapat didikan dari guru-guru filosofi. Pelajaran filosofi mula-mula diperolehnya dari kratylos. Kratylos dahulunya murid herakleitos yang mengajarkan “semuanya berlalu” seperti air.[1][1]
2. Pengertian Idealisme
            Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini telah dimiliki oleh plato dan pada filsafat modern dipelopori oleh J.G. Fichte, Sckelling, dan Hegel.[2][2]
            Idealisme mempunyai argument epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi bergantung kepada spirit tidak disebut idealis karena mereka tidak menggunakan argument yang mengatakan bahwa objek-objek fisik pada akhirnya adalah ciptaan tuhan, argument orang-orang idealisme mengatakan bahwa objek-objek tidak dapat dipahami terlepas dari spirit.[3][3]
Menurut Plato ide tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. Ide tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada ide. Ide adalah citra pokok dan perdana dari realitas, nonmaterial, abadi, dan tidak berubah. Ide sudah ada dan berdiri sendiri di luar pemikiran kita. Ide-ide ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya, ide tentang dua buah lukisan tidak dapat terlepas dari ide dua, ide dua itu sendiri tidak dapat terpisah dengan ide genap. Namun, pada akhirnya terdapat puncak yang paling tinggi di antara hubungan ide-ide tersebut. Puncak inilah yang disebut ide yang “indah”. Ide ini melampaui segala ide yang ada.
Tokoh  aliran idealisme adalah plato (427-374 SM), ia adalah murid sokrates. Aliran idealisme adalah suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Ia adalah murid dan teman Socrates. Setelah runtuhnya penguasaan TigaPuluh Penguasa Lalim ia terpaksa meninggalkan Athena, dan ia tidak hadir pada peristiwa kematian serta proses peradilan Socrates. Karena sering mengadakan perlawatan ia memperoleh pengetahuan yang banyak jumlahnya. Usaha untuk menerapkan teori-teorinya pada pemerintahan Dionysius I di Syarcuse mengalami kegagalan. Pada tahun 387 pada pemerintahan Dionysius II di Syarcuse, Plato sekali lagi menerapkan teori-teorinya, namun kembali mengalami kegagalan. Percobaan yang ketiga pada tahun 361 akhirnya juga kandas[4][4].
Sejak berumur 20 tahun plato mengikuti pelajaran sokrates. Pelajaran itulah yang memberi kepuasan baginya. Pengaruh sokrates makin hari makin mendalam padanya. Ia menjadi murid sokrates yang setia. Sampai pada akhir hidupnya sokrates tetap menjadi pujaannya. Dalam segala karangan  yang berbentuk dialog, bersoal jawab, sokrates kedudukannya sebagai pujangga yang menuntun. Dengan cara begitu ajaran plato tergambar keluar melalui mulut sokrates. Setelah pandangan filosofinya sudah jauh menyimpang dan sudah lebih lanjut dari pandangan gurunya, ia terus berbuat begitu. Sokrates digambarkannya sebagai juru bahasa isi hati rakyat di Ahtena yang tertindas karena kekuasaan yang saling berganti. Kekuasaan demokrasi yang meluap menjadi anarki dan sewenang-wenang digantikan berturut-turut oleh kekuasaan seorang tiran dan oligarki, yang akhirnya membawa Athena lenyap ke bawah kekuasaan asing.
Menurutnya cita adalah gambara asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera, dalam pertemuan jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap yang nyata hanya idea, dan idea yaitu selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran yang alami gerak yang tidak dikategorikan idea.
Keberadaan idea tidak nampak dalam wujud lahiriah tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea sebab, posisinya tidak menetap sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli, keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaan sangat mutlak, tidak bisa digunakan oleh material. Pada kenyataaanya idea digambarkan dengan dunia yang tidak terbentuk, demikian jiwa bertempat didalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Dunia idea adalah pekerjaan rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguson rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yag lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi maupun dunia luar yang tidak dapat dikenal tetapi melainkan dunia daya hidup yang kreatif .[5][5]
Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan 2 macam realita yaitu :
1.     Yang Nampak, yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini.  2.     Realitas sejati, yaitu merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pemikiran yang utuh didalamnya terdapat nila-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang Nampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.


Prinsipnya aliran idealisme mendasari semua yang ada dan yang nyata didalam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang nampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan. Arche sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainya. Oleh karena itu adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan keberadaan baru.[6][6]
Sebagaimana Phidom mengetengahkan dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan disini adalah jiwa atau sukma, dengan demikian dunia pun terbagi menjadi dua, yaitu:
1.     Dunia nyata dan dunia tidak nyata.
2.     Dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (kosmos neotos).
Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasinya dimana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada dihadapan manusia, sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa dibalik alam nyata.
Memang kenyataannya sukar untuk mengerti unsur-unsur yang ada pada ajaran idealisme khususnya dengan plato ini disebabkan aliran platonisme bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu dari pada menampilkannya dan mencari dalil keterangan itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakana bahwa pikiran plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Adanya buah pikiran plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.
Menurut Betran Russel adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat plato adalah sebagai berikut :
a.      Kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dan dikemukakan orang sebelumnya.
b.     Pendapatnya tentang idea merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh, persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan.
c.      Pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian.
d.     Buah pikiran tentang alam / cosmos.
e.      Pandangannya tentang ilmu pengetahuan.
Disisi lain filsafat idealisme plato banyak memberikan pengaruh dan sumbangan ke dalam dunia pendidikan. Dimana plato mendasari pendidikan itu kaitannya sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun bagi warga Negara dan ditambahkannya bahwa pelaksanaan pendidikan harus mengenyam pendidikan.
Demikian proses dan perjalanan idealisme dalam dunia kehidupan yang telah banyak memberikan pengaruh kepada filsafat J. Fitche yang sependapat dengan Kant bahwa filsafat merupakan ilmu tentang batas-batas kemungkinan pengetahuan kita. Maksud ruang lingkup dunia sebatas kemampuan yang ada pada manusia. Demikian juga selanjutnya bahwa pengamatan berawal dari benda-benda menuju kepada aliran materialisme. Benda-benda atau objek diberi bentuk oleh akal yang disebut idealisme.[7][7]
            Hasil-hasil karya Plato memberikan kesaksian mengenai luasnya pengetahuan yang dipunyai mengenai para pendahulunya. Plato berusaha meleyakan suatu jembatan penghubung yang dapat mempersatukan pertentangan yang ekstrim antara sikap mengingkari keadaan diam yang diajarkan oleh Heraclitus dengan sikap mengingkari keadaan bergerak yang diajarkan oleh Parmenides. Hal ini menimbulkan ajarannya mengenai idea, yang bagaimanapun bukan merupakan suatu sikap yang mengabaikan kenyataan sehari-hari. Plato senantiasa mengajarkan agar orang berpangkal pada sesuatu yang terdapat di atas kenyataan duniawi, namun sekaligus berpegang erat kepada kenyataan duniawi. Keadaan ini harus ditinjau dari segi ide-ide. Ajarannya tidak berkecenderungan untuk memandang dunia sebagai sesuatu yang buruk, dunia merupakan suatu yang harus diatur oleh manusia. Kitab-kitabnya yang berjudul Negara dan Hukum memperlihatkan bahwa Plato tidak mengajarkan manusia melarikan diri dari kenyataan duniawi.
Pemikiran yang dicetuskan Plato : Intisari dari pada filosofi plato ialah pendapatnya tentang idea. Itu adalah suatu ajaran yang sangat sulit memahamkannya. Salah satu sebab ialah bahwa pahamnya tentang idea selalu berkembang. Bermula idea itu dikemukakan sebagai teori logika. Kemudian meluas menjadi pandangan hidup, menjadi dasar umum bagi ilmu dan politik sosial dan mencakup pandangan agama. Plato memisahkan kenyataan yang kelihatan dalam alam yang lahir, dimana berlaku pandangan Herakleitos, dan alam pengertian yang abstrak dimana berlaku pandangan Parmenides. Dalam bidang yang pertama yang ada hanya kiraan. Sebab kalau semuanya mengalir dengan tidak berhenti-hentinya, tiap barang bagi tiap orang pada setiap waktu hanya berupa seperti yang terbayang dimukanya. Maka manusia menjadi ukuran dari segalanya, seperti dikatakan oleh Protagoras. Tetapi pengetahuan dapat memberikan apa yang tetap adanya, yaitu idea. Berlakunya idea itu tidak bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Ia timbul semata-mata karena kecerdasan berfikir. Pengertian yang dicari dengan pikiran ialah idea. Idea pada hakikatnya sudah ada, tinggal mencarinya saja. Pokok tinjauan filosofi plato ialah mencari pengetahuan tentang pengetahuan. Ia bertolak dari ajaran gurunya sokrates yang mengatakan “budi ialah tahu”. Budi yang berdasarkan pengetahuan menghendaki suatu ajaran tentang pengetahuan sebagai dasar filosofi. Pertentangan antara pikiran dan pandangan menjadi ukuran bagi Plato. Pengertian yang mengandung didalamnya pengetahuan dan budi, yang dicarinya bersama-sama dengan sokrates, pada hakekat dan asalnya berlainan sama sekali dari pemandangan. Sifatnya tidak diperoleh dari pengalaman. Pemandangan hanya alasan untuk menuju pengertian. Ia diperoleh atas usaha akal sendiri. Idea menurut paham plato tidak saja pengertian jenis, tetapi juga bentuk dari pada keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita. Pendapat Parmenides tentang adanya yang satu kekal, dan tidak berubah-ubah. Tetapi yang baru dalam ajaran plato ialah pendapatnya tentang suatu dunia yang tidak bertubuh. Filosofi sebelumnya dia tidak mengenal gambaran dunia semacam itu. juga adanya dalam pikiran Parmenides, yang mengisi sepenuh-penuhnya sehingga di sebelah tidak ada lagi tempat yang kosong, masih merupakan sesuatu yang bertubuh.[8][8]
            Pendapat Plato seterusnya tentang etik bersendi ada ajarannya tentang idea. Dualisme dunia dalam teori pengetahuan diteruskannya ke dalam praktik hidup. Oleh karena kemauan seorang bergantung kepada pendapatnya, nilai kemauannya itu ditentukan pula oleh pendapat itu. dari pengetahuan yang sebenarnya yang dicapai dengan dialektik timbul budi yang lebih tinggi daripada yang dibawakan oleh pengetahuan dari pandangan. Jadinya, menurut Plato ada 2 macam budi. Pertama, budi filosofi yang timbul dari pengetahuan dengan pengertian. Dengan uraian yang terbentang dalam dialog itu plato membawa pembacanya ke daerah kosmologi dan filosofi alam. Dialog itu menunjukkan bahwa plato bukan saja seorang filosof yang menguasai seluruh filosofi sebelumnya, tetapi juga mempelajari berbagai ilmu spesial yang diketahui pada masanya. Menurut Plato Tuhan sebagai pembangun alam menyusur anasir yang empat itu dalam berbagai bentuk menjadi satu kesatuan. Kedalam bentuk yang satu itu Tuhan memasukkan jiwa dunia yang akan menguasai dunia ini. Oleh karena itu pembangunan dunia sekaligus menentukan sikap hidup manusia dalam dunia ini.
            Yang penting ialah kesamaan yang terdapat antara jiwa dan ide, dengan itu ia menuruti prinsip-prinsip yang mempunyai peranan besar dalam filsafat. Jiwa memang mengenal idea-idea maka atas dasar prinsip tadi disimpulkan bahwa jiwa pun mempunyai sifat-sifat yang sama dengan idea-idea, jadi sifatnya abadi dan tidak berubah. Plato mengatakan bahwa dengan kita mengenal sesuatu benda atau apa yang di dunia ini sebenarnya adalah proses pengingatan sebab menurutnya setiap manusia sudah mempunyai pengetahuan yang dibawanya pada waktu berada di dunia idea, dan ketika manusia masuk kedalam dunia realitas jasmani pengetahuan yang sudah ada itu hanya tinggal diingatkan saja, maka Plato menganggap juga seorang guru adalah mengingatkan muridnya tentang pengetahuan yang sebetulnya sudah lama mereka miliki. Ajaran Plato tentang etika kurang lebih mengatakan bahwa manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan hidup yang baik ini dapat dicapai . Ia tetap memihak pada cita-cita Yunani Kuno yaitu hidup sebagai manusia serentak juga berarti hidup dalam dunia, ia menolak bahwa  Negara  hanya berdasarkan nomos/adat kebiasaan saja dan bukan physis/kodrat Plato tidak pernah ragu dalam keyakinannya bahwa manusia menurut kodratnya merupakan makhluk sosial, dengan demikian semua menurut kodratnya hidup. Negara menurut Plato Negara terbentuk atas dasar kepentingan yang bersifat ekonomis atau saling membutuhkan antara warganya maka terjadilah suatu spesialisasi bidang pekerjaan, sebab tidak semua orang  bisa mengerjakan semua pekerjaan dalam satu waktu. Negara  ini dimungkinkan adanya perkembangan wilayah karena adanya penambahan penduduk dan kebutuhan pun bertambah sehingga memungkinkan adanya perang dalam perluasan ini.[9][9]
Dari sini diseleksi  lagi  untuk dijadikan calon pemimpin politik, dan untuk membentuk pemimpin  mereka harus belajar filsafat hingga usia 30 tahun, tujuan belajar filsafat ini untuk melatih mereka dalam mencari kebenaran. Dari sini diseleksi lagi dan mereka yang lulus seleksi akan mempelajari filsafat dan dialektika secara lebih intensif selama 5 tahun. Dan jika dalam pandidikan ini berhasil maka selama 15 tahun ia menduduki beberapa jabatan Negara, tujuannya agar mereka tahu pekerjaan-pekerjaan negara. Dan pada usia 50 tahun, baru mereka siap menjadi seorang pemimpin. Ada tiga golongan dalam Negara yang baik, yaitu pertama, golongan penjaga ynag tidak lain adalah para filsuf yang sudah mengetahui yang baik dan kepemimpinan dipercayakan pada mereka. Kedua, pembantu atau prajurit. Dan ketiga golongan pekerja atau petani yang penanggung kehidupan ekonomi bagi seluruh polis. Plato tidak begitu mementingkan adanya undang-undang dasar yang bersifat umum, sebab menurutnya keadaan itu terus berubah dan peraturan itu sulit di sama-ratakan itu semua tergantung masyarakat yang ada di polis tersebut. Ada pun Negara yang diusulkan oleh Plato berbentuk demokrasi dengan monarkhi, karena jika hanya monarkhi maka akan terlalu banyak kelaliman, dan jika terlalu demokrasi maka akan terlalu banyak kebebasan, hingga perlu diadakan penggabungan, dan Negara ini berdasarkan pada pertanian bukan perdagangan. Hal ini dimaksudkan menghindari nasib yang terjadi di Athena.
            Isi pemikiran Plato adalah pemikiran mengenai idea. Dalam dunia ini kita hanya menangkap hal-hal yang berubah-ubah dan fana. Penyelasaian yang dilakukan oleh Plato ialah bahwa ia mengakui adanya kenyataan yang berupa perubahan maupun keniscayaan adanya keadaan yang berlaku abadi. Plato menegaskan bahwa manusia begitu terikatnya pada dunia tangkapan inderawi, sehingga sukar sekali baginya untuk mendaki kedalam dunia idea. Plato sering menggambarkan titik puncak pemikirannya dengan menggunakan suatu cerita, suatu mitos.
            Filsafat plato merupakan suatu upaya perkasa untuk menjembatan pertentangan diantara tokoh-tokoh yag mendahuluinya. Plato mencoba untuk menghindari dilema yang dihadapi oleh Zeno dari Elea, dengan jalan memberikan bentuk kenyataan sendiri-sendiri kepada yang berubah dan yang tetap. [10][10]
a.     Ciri-ciri Karya-karya Plato
1.     Bersifat Sokratik
Dalam Karya-karya yang ditulis pada masa mudanya, Plato selalu menampilkan kepribadian dan karangan Sokrates sebagai topik utama karangannya.
2.     Berbentuk dialog
Hampir semua karya Plato ditulis dalam nada dialog. Dalam Su


[1][1] Hamersma, H. Tokoh-tokoh Filsafat modern, Gramedia, Jakarta, 1986, hal:120
[2][2] Delfgaauw, Bernard. 1992. Sejarah Singkat Fisafat Barat. Yoyakarta: Tiara Wacana hal:59

[3][3] Delfgaauw, Bernard. 1992. Sejarah Singkat Fisafat Barat. Yoyakarta: Tiara Wacana hal:60
[4][4] Dr Ahmad Tafsir, Filsafat Umum. PT Rosdakarya. Bandung, Cet.VI, 1994, hal,137
[5][5] Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 1997. Filsafat Pendidikan.hal:58
[6][6]Bakry, H. Sistematika Filsafat, Wijaya, Jakarta,1992, hal:56

[7][7] Hamersma, H. Tokoh-tokoh Filsafat modern, Gramedia, Jakarta, 1986 hal:35

[8][8] Syadali, Ahmad dan Mdzakir. 1997. Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia, hal :45

[9][9] Dr Ahmad Tafsir, Filsafat Umum. PT Rosdakarya.hal:140
[10][10] Hamersma, H. Tokoh-tokoh Filsafat modern, Gramedia, Jakarta, 1986,hal:40